Monday, October 6, 2014

Dari Pelawak Mati Muda ke Seniman Bunuh Diri dan Metode Patch Adams

Searah jarum jam: Pelawak Gepeng, Robin Williams, dan dr Patch Adams

Oleh Odios Arminto

Misteri mengapa pelawak Indonesia banyak yang mati muda, masih jadi pertanyaan hingga kini. Mengapa di luar sana banyak seniman bunuh diri juga tinggal sebagai misteri. Berita tentang Rumah Sakit Jiwa Dr Radjiman Wediodingrat (RSJ Lawang) di Malang yang berencana menjadi rumah sakit jiwa pertama di Indonesia yang menerapkan metode seperti yang ada di film Patch Adams, mungkinkah dapat menjadi salah satu solusi bagi penderita kesehatan jiwa? Mari kita kaji satu persatu.
Santai aja. Jangan buru-buru. Tentang pelawak mati muda, berikut kita paparkan dialog yang ada di salah satu website.

Pertanyaan:
Kenapa para pelawak/komedian Indonesia banyak yg gak panjang umur? Tau sendiri kan, di dunia entertainment Indonesia, selebriti yang paling gak panjang umur tuh pelawak/komedian. Banyak yg meninggal di umur yg belum begitu tua. Tahun ini aja kita kehilangan 4 orang : Taufik Savalas, Asmuni, Big Dicky & Basuki.

Trus tahun2 sebelumnya ada Kasino & Dono Warkop, Leysus Srimulat, Esther & Uuk (grup nya Jojon), Ateng & Iskak, Yanto “stock on you”, Bagyo, Darto Helm, dll… banyak deh.
Kenapa begitu ya? Memang sih namanya kematian adalah takdir. Tapi fenomena seperti ini apa gak aneh? Apa ada kaitannya dengan profesi mereka?
Update 1 : Basi ah… semua jawabannya “takdir” melulu. Pasti ada penjelasan ilmiahnya. Gue pernah denger kalo orang yang terlalu banyak ketawa/eforia berlebihan atau sebaliknya, terlalu banyak nangis (stress & sedih berlebihan) emang mempengaruhi umur seseorang………
Update 2: Gue butuh penjelasan “logis”. Bukan mistik, bukan ramalan, tapi juga bukan cuma statement bahwa itu cuma takdir. Kalo masalah “takdir” mah gue juga dah tau, gak perlu nanya lagi di Y!A

Jawaban Terbaik
Tukang Koran Dijawab 7 tahun yang lalu
Penjelasan LOGIS? Di luar pandangan agama/takdir? Ok, saya coba ya…Yang pernah saya tau bahwa tertawa memang sehat, awet muda dan panjang umur, tapi gak semua jenis tertawa itu menjadikan kita seperti itu. Yang dimaksud dengan tawa yang sehat adalah “tawa lepas”, tulus, tidak dibuat2, & tidak memendam sesuatu.
Justru tawa yang dibuat2/sengaja/tidak tulus akan berakibat sebaliknya, secara bawah sadar akan mempengaruhi kesehatan fisik seseorang. Dengan kata lain menimbulkan penyakit. Akhir2 ini semakin jarang kan kita bener2 bisa tertawa dengan tulus? Saya comot kalimat dari artikel yang saya baca :
……”Keharusan tertawa karena suatu sebab, menurut mantan dosen di Universitas Hasanudin Makassar ini adalah salah satu penyebab kematian dini para pelawak ternama itu. “Anda tahu tidak, para pelawak itu mati muda karena stres harus membuat lelucon yang lucu sekali,” ucapnya serius…..
Gimana, sudah cukup jelas kah? Tapi tentu ini gak berlaku bagi pelawak yang meninggal karena kecelakaan, seperti Taufik Savalas itu.
Source: Baca sendiri deh artikel komplitnya, moga2 cukup memuaskan kamu : http://www.kompas.com/kesehatan/news/041…

Penilaian & komentar penanya
Thanks for your answer, really good answer, exactly sesuai dengan maksud pertanyaan gue. Referensi bacaannya juga OK banget.
Thanks juga buat gpondi, bla-bla-bla, & cowok insyaf. Cuma elo2 yang paham pertanyaan gue.. :-)

Jawaban Lain:
Bart Simpson strikes Internet Dijawab 7 tahun yang lalu
karena orang yang jahat disayang Tuhan.
yang baik MAKIN disayang Tuhan.
Lólindir Isilrá Dijawab 7 tahun yang lalu
karena mungkin kenyataan hidup tidaklah seperti dalam lawakan/komedi.. semakin melawak.. berkomedi.. walau bisa menghibur orang lain.. tapi menjadi beban bagi si pelawak/komedian..
snoopy in action Dijawab 7 tahun yang lalu
Karena membuat orang tertawa itu pada kenyataannya jauh lebih sulit dan lebih stress daripada membuat orang marah. Lebih2 membuat tertawa orang yang sudah stress dan pemarah yang tinggal di kota metropolitan seperti Jakarta…
Petit Dijawab 7 tahun yang lalu
kalo kita lihat cara mereka meninggal berbeda2, taufik meninggal karena kecelakaan, big dicky karena sakit, asmuni karena sudah tua. kalo di bilang ini fenomena kayaknya kurang pas ya, dan masalah kematian kayaknya sulit kalo di pikir secara logika. karena eforia yang dia alami murni dari dalam diri sendiri bukan dari pemakaian sesuatu, semisal ganja. dan saya juga belum pernah baca buku atau ada penelitian tentang itu dan kematian mereka itu wajar.
Muslimah Sejati Dijawab 7 tahun yang lalu
iya ya!,,,,, padahal kata orang kan, kalo banyak ketawa malah panjang umur! tapi yakh!!!! Nama nya juga umur seseorang, mana ada yang tahu! Itu lah tadi Rahasia Illahi…
Seperti misalnya kita, hari ini kita masih bisa duduk didepan komputer, bermain Internet, tapi kita tak tahu kapan nyawa kita diambil?
Bisa aja setelah selesai main Internet kita langsung udah diambil nyawanya! gimana tuh?????
rien Dijawab 7 tahun yang lalu
kayaknya nga aneh biasanya saja karena semua tahu yang tidak kita tahu rejeki,jodoh & mati,mungkin karna mereka publik figur, pas profesi kebanyakan dari pelawak & disorot media maka akan banyak muncul spekulasi & ramalan dimasyarakat karna ini, karna itu.
Aryo Dijawab 7 tahun yang lalu
Kematian itu ga bisa dikait2kan dg profesi dong…. Setiap orang dah ada suratannya masing2,kapan dia mati….dimana dia mati…karena apa dia mati….dan ketika jadi apa dia mati… Itu semua dah ditentuin di Louhmahfudznya.

Nah, bagaimana menurut anda? Menurut saya, kita kembalikan lagi ke manajemen. Manajemen diri. Dalam penggolongan umum ada dua jenis pekerjaan, pertama: kantoran dan kedua, bukan kantoran. Kantoran umumnya memiliki system yang sudah baku. Kapan hadir, kapan pulang, kapan lembur. Ritme yang ditetapkan, membawa keteraturan bagi tiap individu, sehingga mudah baginya membagi waktu kapan kerja, kapan istirahat, kapan olahraga, kapan beraktualisasi diri. Keteraturan membuat seluruh organ tubuh merespon dan bekerja secara teratur pula. Lepas dari hal-hal yang kasuistik, dalam ilmu fisiologi (jasmani) pola hidup demikian tergolong cara hidup yang sehat dan karenanya berakibat umur panjang. Tetapi juga ditegaskan, pekerjaan jenis demikian TIDAK COCOK untuk orang-orang dengan potensi kreatif yang tinggi.

Pekerjaan bukan kantoran, kita focus saja ke pelawak. Tidak menggunakan pola keteraturan seperti orang kantoran. Seperti pekerjaan kreatif pada umumnya, mereka lebih memilih diberi target atau hasil. Kapan itu selesai. Bukan ritual keseharian, kapan hadir, kapan bekerja lalu kapan pulang. Dalam menyikapi target, setiap pelawak mungkin saja memiliki cara yang terlihat berbeda, namun secara esensi tujuan sama: hasil yang dianggap paripurna. Bagi pelawak, target itu berupa MATERI dan PENAMPILAN, alias bahan lawakan dan keberhasilan membawakannya. Berbeda dengan pelawak luar yang terorganisasi dalam tim sehingga terjadi pembagian kerja yang pasti berkaitan dengan MAP (materi, audiens dan performance) , materi lawak kita diperoleh dari upaya sendiri. Begitu juga ketika pelawak kita memasarkan gagasan acaranya ke broadcast, yang biasanya sangat bertele-tele dan tidak mulus, ditambah lagi mereka juga harus dapat menunjukkan tampilan (performance) yang berdaya saing. Semua prosesi ini masih dalam kategori teknis dan belum mengganggu “kejiwaan” sang pelawak. Gangguan kejiwaan baru datang setelah sang pelawak itu terkenal (tidak terkenal, padahal sudah habis-habisan berjuang, lalu frustrasi, lalu … anda sudah dapat menebak sendiri). Bagi yang terkenal, mulailah ia dikepung jadwal. Baik untuk keperluan broadcast maupun off air (pertunjukan yang tidak disiarkan TV, tanggapan). Kepungan jadwal itu, adalah sebuah habit baru. Sebuah habit yang tiba-tiba berbeda dari ritme kerja tipikal dirinya. Kontraksi psikologis mulai terjadi. Terjadi anomali dan perang batin dalam dirinya. Betapa ia jumpalitan setengah mati untuk mendapatkan posisi yang sekarang. Namun bagaimana mungkin ia harus menolak permintaan untuk on air maupun off air yang kadang membuat ia tak punya waktu untuk dirinya sendiri. Khususnya untuk istirahat, atau TIDUR secara nyenyak dan pulas. Bagaimana bisa tidur dengan baik dan nyenyak, ketika ada waktu luang, dia harus menggenjot otaknya lagi untuk persiapan pentas-pentas atau acara mendatang atau esok pagi. Sementara, posisi sekarang, kalau tidak dimanfaatkan dengan baik berarti ia harus siap untuk tidak mendapatkan kesempatan kedua. Maka doping dalam arti sebenarnya atau kiasan, menjadi solusi pintas untuk selalu tetap fit dan prima di depan para penggemarnya. Efek dari itu sudah pasti menimbulkan gejala-gejala baru dan tidak wajar dalam tubuh dan rohaninya sendiri. Pada tingkat standar saja, kalau untuk jangka waktu tertentu, seseorang sampai tidak dapat istirahat atau tidur dengan baik, bagaimana akibat yang akan timbul pada organ-organ tubuhnya? Sebuah survey, saya tak ingat kapan diadakan dan siapa yang mengadakan, mengatakan, kematian yang terjadi di masyarakat karena kekurangan porsi tidurnya, ternyata lebih banyak daripada kematian yang terjadi karena kekurangan asupan makanan.

Seniman Bunuh Diri
Seniman (artist), lazimnya sebuah julukan yang diberikan untuk pelukis atau perupa. Tapi di negeri kita, dalam keseharian, justru berkembang dan agak longgar. Siapa saja yang bekerja di bidang seni, seakan boleh disebut atau menyebut diri seniman. Bahkan kata artis – yang sesungguhnya berasal dari kata artist (Inggris) justru diberikan untuk penyanyi, pemain sinetron dan lain-lainnya. Yah, apa boleh buat… Jadi izinkan saya pakai istilah seniman untuk profesi-profesi yang terkait dengan actor, aktris, comedian, sastrawan, dan seterusnya sekadar untuk memudahkan penggolongan saja.
Di negeri luar, kasus seniman bunuh diri, tergolong banyak dengan berbagai motif dan alasan. Salah satu yang tergolong menggemparkan adalah sastrawan Ernest Hemingway. Sampai dibuat film yang khusus menggambarkan perjalanan hidup Hemingway hingga ia menjemput maut kehidupannya sendiri. Belum lama comedian dan actor besar Robin Williams juga tak kalah menghebohkan. Beberapa situs merilis berita kematiannya sebagai berikut:

Ini Penyebab Robin Williams Depresi dan Bunuh Diri
Orang-orang terdekatnya menyebutkan bahwa pria 63 tahun itu baru-baru ini berjuang melawan depresi berat. Apa penyebab Robin Williams depresi? Rupanya Williams kesal dan malu saat film yang dibintanginya dihentikan penayangannya pada April 2014. The Crazy Ones merupakan film terakhir yang dibintangi Robin Williams. Film yang disutradarai oleh David E. Kelle ini dibintangi Williams dan Sarah Michelle Gellar sebagai pemeran utama. Film ini ditayangkan berseri di CBS sejak 26 September 2013 sampai 17 April 2014. Sebenarnya film ini belum kelar tayang, tapi pihak televisi menghentikan penayangannya pada 17 April 2014.
Hal ini membuat Robin Williams kecewa. Ia malu dan merasa perannya gagal mencuri perhatian 
penonton. Dilansir Femalefirst, Rabu, 13 Agustus 2014 seorang sumber mengatakan Williams telah berusaha maksimal dalam film tersebut. “Kami tahu dia berjuang,” kata sumber lalu menceritakan aksi Williams pada syuting terakhir di film The Crazy Ones. “Dalam satu adegan, wajahnya tiba-tiba berubah. Dia terlihat sangat lelah, terlihat mengalami kesedihan yang mendalam.”
Bob Zmuda, pendiri Comic Relief membenarkan, “Williams seorang pria yang memiliki semangat tinggi. Namun, pada hari itu saya melihat dia di ruang ganti dalam kondisi sangat terpuruk,” kata Zmuda.
Sebelum ditemukan tewas, Robin Williams terakhir terlihat di rumahnya pada pukul 22.00 hari Minggu. Ia kembali ke pusat rehabilitasi bulan lalu untuk berfokus pada penyembuhannya. Menurut situs berita TMZ, ia juga mengalami kecanduan alcohol. Aktor yang antara lain membintangi film Mrs Doubtfire ini pernah berjuang mengatasi ketergantungan kokain dan penyalahgunaan alkohol pada awal 1980-an. Namun, selama 20 tahun belakangan, dia tak pernah lagi menenggak minuman keras (Tempo.co/RINA ATMASARI).

Kematian Robin Williams: Antara depresi, bunuh diri, dan asphyxia
Baru-baru ini dunia dikejutkan oleh kematian aktor komedian kawakan Robin William. Robin William diperkirakan melakukan tindak bunuh diri di kediamannya sendiri dan ditemukan sudah tak bernapas pada hari Senin tanggal 11 Agustus 2014 pagi (waktu setempat) dalam rumahnya di bagian utara California.
Berdasarkan pemeriksaan dan autopsi, penyebab kematian diperkirakan adalah asphyxia. Asphyxia (asfiksia) merupakan kondisi kurangnya oksigen dan meningkatnya jumlah karbon dioksida pada darah dan jaringan sehingga menyebabkan gangguan pernapasan dan menghalangi kinerja jantung. Jika tak segera ditangani, asphyxia memang bisa menyebabkan seseorang tak bisa bernapas dan mengalami kematian.
Asphyxia bisa disebabkan oleh hal-hal yang wajar seperti penyakit tumor, asma, dan lainnya. Namun juga bisa disebabkan oleh hal tak wajar seperti tercekik, terjerat, tersedak, sesak napas karena asap, dan lainnya. Meski hingga saat ini tak dijelaskan adanya tanda-tanda asphyxia yang tak wajar, namun pemeriksaan berasumsi bahwa Robin William melakukan bunuh diri yang bisa memicu asphyxia dan menyebabkan kematian.
“Kematiannya disebabkan oleh usaha bunuh diri yang berkaitan dengan asphyxia,” begitu keterangan dari Martin County, California, seperti dilansir oleh Men’s Health (12/08).
Meski mengejutkan, namun tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh Robin William sebenarnya bisa ditelusuri dari penyakit yang dialaminya selama masih hidup. Menurut representasi media keluarga Robin William, aktor komedian ini mengalami depresi yang parah di akhir hidupnya. Seperti diketahui, depresi klinis yang parah bisa memicu pemikiran bunuh diri terhadap seseorang.
Depresi merupakan penyakit yang sulit terdeteksi, karena orang yang mengalami depresi bisa terlihat baik-baik saja di luar dan berinteraksi seperti layaknya orang normal. sama halnya dengan Robin WIlliams yang selama ini dikenal sebagai aktor komedian yang bisa menghibur banyak orang. Sebuah penelitian juga mengungkap perilaku bunuh diri meningkat 10 persen pada hari Senin, seperti juga dialami oleh aktor yang menutup usia pada angka 63 tahun ini. (merdeka.com)

25 Penulis Terkenal Dunia yang Bunuh Diri
Petronius, umur 39. Menurut Tacitus: ia tidak melakukannya dengan tergesa-gesa, tetapi membuat sayatan di urat nadinya dan kemudian diikat, lalu dibuka lagi. Berulang-ulang. Sambil dia menemui dan berbincang-bincang dengan teman-temannya dalam keadaan tetap terlihat santai. Sampai akhirnya meninggal.
Heinrich von Kleist bunuh diri pada usia 34 tahun. Stefan Zweig, umur 60 tahun. Virginia Woolf, usia 59. Vladimir Mayakovsky, umur 59. Harry Crosby, 31 tahun. hart Derek, umur 32. Ia melemparkan dirinya dari perahu di Teluk Meksiko. Sambil berkata, Selamat tinggal, semuanya! Ernest Hemingway, 61 menembak dirinya dengan senapan favoritnya. Arthur Koestler, umur 77. Bunuh diri berbarengan dengan istri, barbiturat dicampur dengan alkohol. Cesare Pavese, umur 41. Pil tidur di kamar hotel, meniru adegan dari buku keduanya, Women Only. Romain Gary, umur 66. Menembak dirinya setahun setelah istrinya, aktris Jean Seberg, bunuh diri. John Berryman. Umur 57. Melompat dari Washington Avenue Bridge di Minneapolis. Primo Levi. Umur 67. Paul Celan.Umur 49. Melemparkan dirinya ke Seine. Yukio Mishima. Usia 45. Berkomitmen bunuh diri dengan melakukan ritual di sebuah pangkalan militer setelah melakukan kudeta dan gagal secara menyedihkan. Gilles Deleuze. Usia 70. Di tahun-tahun terakhir hidupnya dia membutuhkan mesin oksigen.Deleuze melemparkan diri dari jendela. Anne Sexton. Usia 45. Mengenakan mantel bulu milik ibunya, Sexton minum segelas vodka dan menyalakan mobilnya di garasi. Sylvia Plath. Usia 30 tahun. Menutup dirinya di dapur dan meletakkan kepalanya di oven gas. Jerzy Kosinski. Umur 57. Dituduh plagiat dan menderita berbagai penyakit. Kosinski membungkus kepalanya dengan kantong plastik , sehingga mati karena sesak napas. Catatannya berbunyi.. sekarang saya akan tidur sedikit lebih lama dari biasanya. Sebut saja Tidur Abadi. Richard Brautigan. Umur 49. Menembak dirinya dengan Magnum 44. John Kennedy Toole. Umur 31. Ia dianugerahi Hadiah Pulitzer untuk sebuah Konfederasi dari Dunces pada tahun 1981. Hunter S. Thompson. Umur 67. Spalding Gray. Umur 62. Karena tak kuat menahan penderitaan terlalu lama akibat dari kecelakaan mobil yang serius tiga tahun sebelumnya, Gray melemparkan dirinya ke pelabuhan New York. David Foster Wallace. Umur 46. Menderita depresi berat, Wallace gantung diri. Sarah Kane. Umur 28. Setelah kelebihan dosis obat resep, Kane gantung diri dua hari kemudian di kamar mandi di Rumah Sakit King College, London.

Bunuh diri di kalangan musisi juga nyaris tak masuk akal. Banyak musisi yang tewas bunuh diri. Masih segar dalam ingatan kita, berita Eks-gitaris/former Fleetwood Mac, Bob Welch yang tewas bunuh diri pada Kamis [07/06] di rumahya di Nashville dengan cara menembak dirinya sendiri dengan pistol. Wafatnya Welch menambah deretan musisi yang tewas karena bunuh diri. Dari gantung diri, overdosis sampai menembak pistol, berikut kami pilihkan 15 di antaranya. Bahan diambil dari berbagai situs.
  1. Kurt Cobain
Gitaris/vokalis sekaligus frontman band Nirvana ini ditemukan tewas dengan luka tembakan di kepalanya, menurut keterangan polisi, Kurt tewas bunuh diri dengan cara menembak kepalanya sendiri.
  1. Ian Curtis
Penyanyi dan penulis lagu dari band Joy Division asal Manchester ditemukan tewas bunuh diri dengan cara menggantung dirinya sendiri di ruang tengah di rumahnya.
  1. Brad Delp
Musisi rock, anggota dari band Boston ditemukan tewas bunuh diri dengan cara menghisap gas karbon monoksida di dalam kamar mandinya.
  1. Michael Hutchence
Penyanyi dan penulis lagu asal Australia, anggota dari band INXS ini tewas bunuh diri dengan cara menggantung dirinya dengan ikat pinggang.
  1. Elliott Smith
Musisi indierock asal Amerika ini tewas bunuh diri dengan cara menusuk pisau ke dadanya sendiri.
  1. Del Shannon
Penyanyi terkenal di era 50 dan 60-an ini tewas bunuh diri dengan cara menembak dirinya dengan senapan kaliber 22 di rumahnya di California.
  1. Phil Ochs
Musisi folk terkenal Amerika ini tewas bunuh diri pada 9 April 1976 dengan cara menggantung dirinya.
  1. Paul Williams
Penyanyi, anggota dari grup The Temptation ini ditemukan tewas di samping mobilnya karena bunuh diri dengan cara menembakkan pistol ke tubuhnya.
  1. Sid Vicious
Setelah pernah gagal bunuh diri dengan cara mengiris pergelangan tangannya ketika di rumah sakit jiwa, pemain bas dari The Sex Pistols ini tewas bunuh diri dengan cara memakai heroin secara berlebihan di apartemen pacarnya.
  1. Keith Moon
Drummer band rock The Who ini tewas bunuh diri dengan cara meneguk 32 tablet clomethiazole, semacam obat penenang yang seharusnya sebagai resep dari ketergantungan Moon akan alcohol.
  1. Pete Ham
Vokalis, gitaris sekaligus leader dari grup Badfinger ini tewas bunuh diri pada 24 April 1975 dengan cara gantung diri di dalam garasi rumahnya.
  1. Tom Evans
Musisi, pemain bas/gitar dari band Badfinger tewas bunuh diri pada 19 November 1983 dengan jalan menggantung dirinya di pohon di kebun di belakang rumahnya.
  1. Billy Mackenzie
Penyanyi tenor, anggota band 80-an, The Associates ini tewas bunuh diri dengan overdosis obat parasetamol dengan obat-obat resep dari dokter di sebuah taman di Dundee. Depresi dan kematian ibunya dikabarkan menjadi pemicunya.
  1. Nick Drake
Folksinger/songwriter ini ditemukan tewas di sebuah malam tanggal 24/25 November 1974 di rumahnya di Far Leys, Tanworth-in-Arden. Sumber kuat mengatakan Nick tewas bunuh diri dengan cara membiarkan dirinya overdosis obat antidepresan.
  1. John Lee
Drummer band rock asal Inggris, Feeder ini tewas bunuh diri di rumahnya di Miami pada bulan Januari 2002 dengan cara gantung diri dengan rantai anjing logam.

Melihat serangkaian kasus di atas, kesimpulan apa yang dapat kita petik sebagai bahan pembelajaran dari dinamika orang-orang kreatif itu? Dinamika yang dekat antara anugerah dan bencana. Kekhusukan dan intensitas yang begitu mendalam terhadap sesuatu hal bukannya tak meminta ongkos dan pembayaran. Freud, sejak awal memang telah memberikan isyarat, bahwa siapapun ia, bila ia seorang kreatif, ia sesungguhnya seorang “penderita penyakit jiwa”. Penyair J Keats menyatakan, setiap orang kreatif memiliki negative capability. Sebuah kapabilitas yang membuat diri orang kreatif selalu gelisah. Bila benar salurannya akan menjadi daya cipta yang luar biasa, tetapi bila salah saluran akan menjadi bagian dari tragedi dan bencana umat manusia.

Pertanyaannya kemudian kenapa seniman bunuh diri? Jawabannya bisa sebanyak bintang di langit. Karena di antara eskapisme dari frustrasi dan penderitaan yang tak tertahankan, bunuh diri ternyata juga ada yang menempatkannya sebagai konsep hidup maupun dalih spiritual yang sangat personal. Di lain pihak bagi yang suka guyon keblablasan menganggapnya sebagai masalah teknis dari mekanisme tubuh dan hal material belaka. Penganut “ordo” ini berpendapat, jiwa itu abadi dan tubuh adalah sementara.

Kecenderungan bunuh diri, ternyata bisa menghinggapi siapa saja. Tidak peduli, kreatif atau tidak kreatif. Tidak peduli profesi, pangkat, derajat, status sosial, pendidikan, dan jenis kelamin. Orang-orang yang terlalu asyik melek atau sulit tidur, termasuk yang paling berkemungkinan untuk melakukan itu. Anda boleh tidak setuju soal itu.

Release tentang hasil penelitian mengenai bunuh diri, dilaporkan sebagai berikut: Studi di AS, mengungkapkan orang dewasa yang menderita kualitas tidur yang buruk lebih mungkin berisiko meninggal akibat bunuh diri jika dibandingkan dengan kalangan usia yang sama dengan kualitas istirahat yang baik. Data dari studi epidemiologi yang melibatkan 14.456 orang dewasa berusia 65 tahun ke atas, tim peneliti membandingkan kualitas tidur 20 pasien yang meninggal karena bunuh diri dengan pola tidur 400 orang lainnya selama periode 10 tahun. Tim menemukan peserta yang melaporkan kurang tidur 1,4 kali lebih besar meninggal akibat bunuh diri daripada partisipan yang tidur nyenyak. Para peneliti juga terkejut ketika mengetahui ternyata kurang tidur dapat memprediksi risiko bunuh diri lebih baik daripada gejala depresi, dengan ditilik dari dua faktor tersebut.
 
Metode Patch Adams di RSJ Malang
Rumah Sakit Jiwa Dr Radjiman Wediodingrat (RSJ Lawang, Malang) berencana menjadi rumah sakit jiwa pertama di Indonesia yang menerapkan metode perawatan paliatif. Metode ini bersifat terpadu, aktif dan menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi antara dokter, dokter spesialis, perawat, terapis, petugas sosial medis, psikolog, rohaniwan, relawan dan profesional lain yang diperlukan.
"Gambaran metodenya kira-kira bisa dilihat di film Patch Adams (diperankan aktor Robin Williams),” kata Yuniar, dokter yang juga menjadi Kepala Bidang Pelayanan Medik sekaligus Kepala Instalasi Psikogeriatri RSJ Lawang, Kamis, 2 Oktober 2014.
Yuniar menjelaskan, sebanyak 25 dokter (psikiater, ahli bedah, spesialis saraf, spesialis anestesi, spesialis penyakit dalam, dan dokter umum) dan puluhan tenaga medis telah menjalani pelatihan untuk penerapan metode ini. Pelatihan diberikan oleh tenaga ahli dari RSU Dr Soetomo, Surabaya.
Yuniar mengatakan, rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih terbatas. Jumlah dokter yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif pun tidak sebanding dengan besarnya jumlah pasien.
Nantinya metode terapi paliatif diterapkan terhadap 60 penderita gangguan jiwa berusia tua. Mereka yang sudah pikun itu dianggap memiliki masalah kesehatan jiwa yang kompleks. “Jadi, mereka butuh asuhan paliatif, makanya penerapannya dimulai dari mereka.”
Profesor Sunaryadi Tejawinata, penggagas perawatan paliatif di RSUD Dr Soetomo, Surabaya, menyebutkan perawatan paliatif merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang rasional, realistik, dan manusiawi. Tujuannya, menghilangkan atau meringankan penderitaan pasien, meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya.
“Jangan dikira perawatan paliatif berguna untuk menyembuhkan penyakit pada pasien. Terapi paliatif hanya untuk meringankan penderitaan pasien agar tidak terlalu tertekan dan terbebani oleh penyakit yang dideritanya,” kata Sunaryadi, Kamis 2 Oktober 2014. (TEMPO.CO)

Ini kabar baik. Kalau konsisten dengan film Patch Adams, maka diperlukan banyak dokter yang mau tampil eksentrik, berpakaian badut, tukang sulap atau pendongeng (untuk Indonesia) yang bisa dekat dengan pasien anak-anak. Untuk pasien dewasa, perlu ada kostum khusus yang selalu tampil gembira dan bisa dekat dan diterima kehadirannya. Untuk keperluan ini, rumah sakit seharusnya dapat bekerja sama dengan para penghibur (pelawak, penyanyi) bahkan  motivator, sekalipun. Mereka bisa berkomunikasi dengan bahasa yang mudah dipahami oleh para pasien dewasa. Bahkan kehadiran para kartunis dengan membuat sketsa-sketsa karikatur mereka, bisa juga mendatangkan kegembiraan bagi pasien.

Meringankan penderitaan pasien, syukur juga kalau sampai dapat menyembuhkan mereka, para penghuni RSJ tersebut lewat metode kegembiraan dan humor, sungguh langkah baru dan inovatif. Klinik kesehatan jiwa memang sudah saatnya mempertimbangkan melihat manfaat humor sebagai salah satu sarana penyembuh penyakit kejiwaan di Indonesia. Dan itu sungguh awal yang amat baik.

No comments:

Post a Comment